Thursday, October 16, 2014

Let It Go

The snow glows white on the mountain tonight,
not a footprint to be seen.
A kingdom of isolation and it looks like I’m the queen.
The wind is howling like this swirling storm inside.
Couldn’t keep it in, Heaven knows I tried.
Don’t let them in, don’t let them see.
Be the good girl you always have to be.
Conceal, don’t feel, don’t let them know.
Well, now they know!
Let it go, let it go!
Can’t hold it back any more.
Let it go, let it go!
Turn away and slam the door.
I don’t care what they’re going to say.
Let the storm rage on.
The cold never bothered me anyway.
It’s funny how some distance,
makes everything seem small.
And the fears that once controlled me, can’t get to me at all
It’s time to see what I can do,
to test the limits and break through.
No right, no wrong, no rules for me.
I’m free!
Let it go, let it go.
I am one with the wind and sky.
Let it go, let it go.
You’ll never see me cry.
Here I’ll stand, and here I’ll stay.
Let the storm rage on.
My power flurries through the air into the ground.
My soul is spiraling in frozen fractals all around
And one thought crystallizes like an icy blast
I’m never going back; the past is in the past!
Let it go, let it go.
And I’ll rise like the break of dawn.
Let it go, let it go
That perfect girl is gone
Here I stand, in the light of day.
Let the storm rage on!
The cold never bothered me anyway…



**Demi Lovato**

Second Life

Aku duduk termenung memandang ke bawah kakiku. Aku bosan dengan semua ujian ini. Ya, meskipun kini aku tidak perlu berjalan kaki jika mau pergi dan aku juga tidak butuh ongkos untuk naik taxi. Bajuku juga selalu berwarna putih bersih meski tidak pernah dicuci. Jujur, aku iri melihat mereka, mereka yang bisa dengan riang gembira tertawa bersama teman - temannya. Sedangkan aku di sini hanya duduk berdua dengan malaikat yang mengujiku setiap waktu. Jika aku bisa berkelakuan baik, maka aku bisa hidup kembali. Aku bisa makan bakso lagi dan aku berjanji tidak akan mengecewakan orang tuaku lagi.
"Tsuga, kapan ujianku selesai ?" tanyaku
"Besok adalah ujian terakhir untukmu. Bersabarlah."

Esok harinya Tsuga membawaku ke sebuah tempat yang sudah tidak asing lagi buatku.
"Di sini adalah tempat ujian terakhirmu."
"Tapi ini kan rumah sakit tempat aku dirawat."
"Ya, kamu harus mengumpulkan 5 air mata pertama dari orang - orang yang menangis untukmu."
"Lalu aku bisa kembali ke tubuhku ?"
"Bisa jika mereka memang menangis dari dalam hati mereka"
"Bagaimana aku bisa membedakannya?"
"Jika air mata itu bercahaya dan cahayanya masuk ke dalam tubuhmu, maka itu adalah airmata orang - orang yang memang menyayangimu"
"Baiklah aku akan berjuang"
Aku berdiam di depan pintu kamar rumah sakit yang merawatku. Aku melihat mama, papa, adik dan juga saudara - saudara yang lainnya bergantian masuk ke dalam kamar untuk melihat kondisiku.
Tiba - tiba mama, nenekku dan adikku menangis saat dokter mengatakan hanya mukjizat yang mampu membangunkan aku. Aku tidak melihat ada air mata yang keluar dari mata papa, kakek maupun saudaraku yang lainnya. Mungkin karena mereka laki - laki.
Mentari sudah mulai menghilang dari di balik gunung. Waktuku tinggal sebentar lagi, tapi aku masih belum bisa mendapatkan 2 tetes air mata terakhir.
Lalu aku melihat Adi berjalan menuju kamarku. Adi adalah pria yang selama 2 bulan terakhir ini dekat denganku, dan dia juga yang menyebabkan aku menjadi seperti sekarang ini. Dia datang dengan seorang wanita yang aku tahu adalah wanita yang aku temui sesaat sebelum kecelakaan itu terjadi. Saat dia melihatku terbaring tak berdaya, tak ada air mata dan kesedihan yang terpancar.
"Tami, maafkan aku. Ini semua salahku, seharusnya sejak awal aku tidak memberikan harapan palsu kepadamu. Ini adalah Santi, tunanganku. Aku harap apapun yang terjadi padamu setelah ini kamu tidak menyimpan dendam kepadaku maupun kepada Santi." kata Adi sambil menggenggam tangan Santi. Lalu mereka berdua pergi begitu saja meninggalkan aku.
Tiba - tiba dadaku terasa panas, aku berteriak sekeras - kerasnya, tapi tak ada yang mampu mendengarku. Air mataku mengalir perlahan. Aku tak sanggup lagi tinggal di tempat itu, biarkan saja aku tidak lulus ujian. Aku terbang keluar dari rumah sakit dan duduk di bangku taman yang minim pencahayaan.
Tak berselang lama, ada seorang pria yang duduk di sebelahku. Dia menangis tertahan tapi aku bisa melihat ada cahaya keluar dari air matanya. Aku yakin orang yang dia sayang juga sedang mengalami ujian sepertiku. Beruntung sekali orang yang dia sayang karena dia pasti selamat, sedangkan aku hanya bisa berharap pada keajaiban karena aku tak tahu siapa lagi yang akan menangis untukku.

Tiba-tiba Tsuga datang dan mengajakku kembali ke rumah sakit. Di sana aku melihat papa yang selama ini tegar dan sabar menangis dalam sujudnya di samping tempat tidurku. Dan itu adalah tetes air mata ke-4 yang aku terima. Masih kurang 1 lagi. Pupus sudah harapanku saat Tsuga memeluk bahuku dan mendorongku ke dalam tubuhku yang tertidur. Aku bingung, bukankan masih kurang 1 air mata untukku ? Tiba-tiba aku bermimpi bertemu lagi dengan pria yang duduk di bangku taman, pria itu mengangkat wajahnya sambil menggenggap boneka beruang kusam yang mirip dengan teddy bear milikku. Ternyata pria itu adalah Samy, sahabatku sejak SMA. Aku dapat mendengan dengan jelas perkataannya saat itu,"Tuhan, aku mohon bangunkan Tami. Jangan siksa Tami dan keluarganya, jika memang aku boleh menggantikan posisinya, aku ingin menggantikannya Tuhan. Aku sangat sayang padanya, dia tidak pernah bisa menutupi isi hatinya di depanku. Tanpanya, aku merasa aku bukan siapa-siapa Tuhan." Air mata Samy yang tulus menyayangiku dan berdo'a untukku adalah air mata terakhir yang kubutuhkan. "Tuhan aku berjanji, setelah aku sadar dan sehat nanti, aku akan selalu menjaga mereka yang sangat sayang padaku, dan terimakasih telah menunjukkan siapa yang terbaik untukku."




>>Armita<<